Pentingnya Refleksi
Kata orang bijak, “Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak berguna.” Kata-kata ini sangat benar. Sebagai seorang pendidik, saya mendukung kata-kata ini.
Tujuan dari semua Pendidikan dan pengajaran di sekolah adalah memampukan para peserta didik belajar bagaimana caranya belajar. Kami sebagai pendidik memiliki tugas membuat peserta didik menemukan cara yang cocok bagi dirinya sendiri untuk belajar agar mampu mengaktualisasikan seluruh kemampuan yang ada di dalam dirinya sendiri.
Sesungguhnya setiap manusia itu cerdas dan terampil. Karena itu, sebagai pendidik, kami memiliki tugas dan kewajiban membantu peserta didik menemukan, menggali dan mewujudnyatakan potensi dirinya masing-masing.
Langkah pertama adalah pendidik mengidentifikasi kemampuan potensial setiap peserta didik. Namun usaha dari pendidik saja tidak cukup. Pendidik hanyalah seorang pemicu. Peserta didiklah yang harus mengambil tanggungjawab untuk dirinya sendiri setelah guru.
Untuk itu, refleksi atas dirinya sendiri merupakan suatu kewajiban dan harus ditingkatkan menjadi suatu keutamaan lewat proses pembiasaan sehingga menjadi suatu habitus yang melekat dalam diri sendiri.
Tujuan Belajar Siswa
Semua proses Pendidikan akhirnya bermuara pada satu tujuan besar, yaitu agar peserta didik bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mandiri, dewasa dan menjadi generalized other.
Menjadi generalized other artinya menjadi individu yang bukan saja mandiri tetapi juga mampu memberi sumbangsih bagi orang lain.
Tentu saja kemandirian dan kegunaan bagi orang lain terekspresi lewat pekerjaan atau profesi yang digeluti.
Cecak vs Laba-Laba
Sebagai pendidik, kami selalu memotivasi peserta didik agar ketika terjun dalam dunia kerja, dia harus menjadi seseorang yang bekerja secara cerdas.
Dalam dunia kerja, sering dibedakan antara kerja keras dengan kerja cerdas. Kerja Keras adalah Model Kerja Cecak. Untuk mendapatkan lalat sebagai menu makan siang atau makam malam, cicak akan menunggu dengan sabar atau mengendap-ngendap menangkat lalat. Fokus utama cecak adalah lalat itu sendiri. Ia bekerja dengan sistem yang sederhana, yaitu mengandalkan naluri untuk menangkap seekor lalat.
Untuk mendapatkan makanan yang banyak, dibutuhkan energi yang banyak pula. Model kerja cecak adalah tipikal kerja keras.
Kerja Cerdas adalah Model Kerja Laba-laba. Ada model kerja yang kedua, yaitu model kerja cerdas. Model ini bis akita pelajari dari laba-laba. Berbeda dengan saudara seciptaan Tuhan, cecak, fokus utama laba-laba bukan lalat tetapi membangun aset, yaitu memintal jarring. Jaring itulah yang nantinya akan bekerja sangat efektif sebagai perangkap lalat. Ketika jaring selesai, lalat yang terperangkap bukan hanya satu tetapi banyak.
Dengan cara itu, laba-laba tidak membutuhkan energi yang banyak untuk mendapatakan makanan yang melimpah. Makanan telah ‘datang’ dengan sendirinya.
Kepada peserta didik, kami sebagai pendidik dan guru selalu membangun kesadaran-kesadaran baru, bukan melulu soal materi pelajaran. Termasuk cara mereka bekerja nanti.
Semua kita tahu, “Kesejahteraan atau kemakmuran hidup berbanding lurus dengan usaha dan kerja.” Kalau Anda mau sejahtera dan makmur, Anda harus bekerja. Untuk hidup yang lebih sejahtera atau lebih makmur dibutuhkan usaha dan kerja yang lebih pula.
Tujuan Pendidikan Membangun Aset
Di atas kita sudah melihat bahwa ada 2 bentuk kerja untuk kesejahteraan atau kemakmuran seseorang. Pertama, Kerja Keras. Kedua, Kerja Cerdas.
Kerja Keras adalah model pekerjaan cecak menangkap lalat menjadi makanan. Sedangkan Kerja Cerdas adalah model pekerjaan laba-laba membangun jaringan menjadi perangkap makanannya.
Bila ditanya Model manakah yang disukai, maka semua orang sudah pasti menjawab Model Kerja Laba-laba atau Model Kerja Cerdas. Namun pada kenyataannya banyak orang terperangkap dalam Model Kerja Cecak atau Model Kerja Keras.
Banyak orang mensubsitusikan hal-hal yang bernilai dan berharga dalam hidupnya demi kesejahteraan dan kemakmuran. Ia mengorbankan sebagian besar waktu hidupnya untuk pekerjaan. Ia mengorbankan kesenangan dan hobinya. Ia mengorbankan kedekatan dan keintimannya dengan keluarga. Ia mengorbankan waktu rekreasi dan olahraganya. Semuanya itu dikorbankan demi mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran.
Dalam Model Kerja Cecak berlaku Hukum Tabur – Tuai: “Ketika Anda menaburkan banyak hal dari diri sendiri, Anda akan mendapatkan banyak. Namun ketika semakin banyak yang terkuras dari diri Anda karena faktor kelelahan dan usia, Anda akan mendapatkan semakin sedikit.”
Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa sebagian besar kaum eksekutif yang menikmati kemakmuran pada usia produktif akhirnya jatuh miskin ketika memasuki usia 65 tahun. Inilah akibat Model Kerja Cecak – Kerja Keras yang hanya mengandalkan modal kekuataan diri.
Model Kerja Laba-Laba adalah Bekerja secara Cerdas. Bila dalam Model Kerja Cecak berlaku hukum Subsitusi, maka Model Kerja Laba-Laba, hukum itu tidak berlaku lagi. Anda bisa meraih kesejahteraan dan kemakmuran tanpa harus mengorbankan banyak hal. Anda tetap menekuni kesenangan dan hobi Anda. Anda tetap menikmati kedekatan dan intimitas dengan keluarga. Anda tetap menikmati waktu rekreasi dan olahraga Anda .
Di dalam Model Kerja Laba-Laba berlaku Hukum Menuai Abadi. Anda tetap menuai tidak terbatas pada usaha dan usia Anda. Semuanya itu Anda nikmati sementara kesejahteraan dan kemakmuran Anda tidak berkurang.
Aset utama dan pertama dalam model kerja laba-laba adalah Pendidikan. Sebagai pendidik, kita harus terus membangun kesadaran akan model kerja cerdas ini.
Mungkin motivasi dan kesadaran yang selalu diperdengarkan pendidik itu membosankan. Tetapi pada suatu saat di masa depan, mereka akan sadar dan bersyukur pada gurunya yang dulunya selalu membicarakan hal yang sama.
Nah pada saat itu, berkat dalam bentuk doa dari mantan peserta didik kita akan memberikan kredit poin bagi kita di mata Tuhan.
Felix Tena Longa
juga dimuat di info.Sosiologi